- Back to Home »
- Artikel »
- Istimewanya Gorengan Ranu Kumbolo
SIAPA tak tahu Semeru dengan Ranu Kumbolonya? Semua orang mengetahui
danau indah di gunung Semeru ini. Danau yang keindahaannya juga
ditemukan di catatan perjalanan Soe Hok Gie dan film yang mengadaptasi
novel dengan judul yang sama, 5 Cm menambah publikasi keindahaan Ranu
Kumbolo. Ranu Kumbolo di pagi yang cerah merupakan keindahan yang diburu
pendaki. Matahari terbit menyinari danau yang jernih membuat lupa
dinginnya udara pagi. Terlebih ditemani aneka gorengan yang dijajakan
penjaja di sana.
Gorengan yang dijajakan cukup beragam kendati setiap penjual hanya
menjajakan satu macam gorengan saja dengan ukuran relatif kecil dan
sudah dingin. Harganya cukup mahal, sekitar Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per
bijinya. Padahal di Surabaya ukuran gorengan yang sama hanya Rp 500!
Mari cari tahu. Penjual gorengan mayoritas warga Desa Ranu Pani.
Jalur pendakian yang dilewati penjual gorengan dan pendaki berbeda.
Waktu tempuh Ranu Pani ke Ranu Kumbolo lewat jalur pendakian Watu Rejeng
dengan waktu tempuh lima hingga delapan jam lamanya untuk pendaki
pemula.
Sementara penjual gorengan dari Ranu Pani ke Ranu Kumbolo menggunakan
jalur pendakian Ayak-ayak dengan waktu tempuh dua hingga tiga jam
lamanya. Jalur pendakian Ayak-ayak konon lebih singkat jarak tempuhnya
dibandung jalur pendakian Watu Rejeng. Akan tetapi, jalur pendakian
Ayak-ayak ditutup untuk pendaki Semeru karena jalur ini dinilai terlalu
berbahaya bagi pendaki karena tanjakan dan turunan yang panjang.
Gambar Gadis Penjual Gorengan di Ranukumbolo |
Para penjual gorengan ini berangkat dari Ranu Pani pada dini hari dan tiba di Ranu Kumbolo pada pagi hari. Mereka bukan sosok yang tampak kuat seperti halnya para penngangkut barang di Semeru. Di antara mereka ada dua gadis kecil kakak beradik yang membawa sekeranjang kue dan saus gorengan. Kakak beradik ini berjualan ditemani kedua orangtua mereka.
Mereka tak menyediakan kantong plastik untuk pembeli sehingga pembeli harus menyiapkan wadah sendiri. Hal tersebut untuk mengurangi sampah plastik yang kini menjadi problem serius di Ranu Kumbolo dan sekitarnya. Di antara kelompok penjual gorengan ada ibu-ibu dengan balita dalam gendongannya yang menawarkan sekeranjang kue.
Nah, dengan memahami perjuangan para penjual gorengan, kita maklum mengapa dagangan mereka mahal dan gorengan terasa dingin. Jadi, masihkah kita menuduh gorengan mereka bertarif mahal?
Bahkan rasa gorengan pun menjadi lebih nikmat di lidah. Para penjual gorengan secara tidak langsung mengajarkan kita bahwa perjuangan hidup itu sesuatu yang berat tetapi tanpa perjuangan maka hidup bukan apa-apa. Sepotong gorengan juga mengajarkan kita bahwa makanan yang kita makan selalu ada perjuangan hebat dibaliknya maka jangan membuang-buang makanan yang dimiliki.
Tulisan dimuat harian surya cetak dan online
http://surabaya.tribunnews.com/2014/05/30/istimewanya-gorengan-ranu-kumbolo